Proses penyelesaian atas sengketa tanah Eigendom Verponding (EV) di Surabaya kini memasuki babak baru, setelah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memberikan pernyataan penting mengenai arah penanganannya. Sengketa yang selama ini menjadi sorotan, dipastikan tidak akan diselesaikan melalui proses pengadilan. DPR menekankan bahwa jalur administratif menjadi pilihan utama dalam menangani persoalan ini.
Latar Belakang Sengketa Tanah Eigendom Verponding di Surabaya
Sengketa terkait status tanah Eigendom Verponding di Surabaya telah berlangsung cukup lama. Status EV sendiri berasal dari masa pemerintahan kolonial Belanda, di mana hak-hak kepemilikan dan penggunaan lahan ditetapkan melalui sistem verponding atau pembayaran pajak tanah. Seiring berjalannya waktu, muncul tantangan terkait status hukum dan kepemilikan atas tanah tersebut, terutama setelah diberlakukannya berbagai regulasi pertanahan di Indonesia.
Asal Usul Status Eigendom Verponding
Eigendom dalam sistem hukum kolonial merupakan hak milik penuh atas tanah, sementara verponding mengacu pada pajak yang harus dibayarkan oleh pemegang hak tanah tersebut. Sistem ini bertahan hingga masa kemerdekaan Indonesia, namun menimbulkan kompleksitas tersendiri seiring adanya tumpang tindih hak dan perubahan peraturan pertanahan nasional.
Sikap DPR Terkait Penyelesaian Tanah EV
DPR melalui perwakilannya, Adies Kadir, telah secara tegas menyatakan bahwa penyelesaian kasus tanah EV di Surabaya dilakukan melalui mekanisme administratif, bukan pengadilan. Pernyataan ini menguatkan harapan berbagai pihak agar penyelesaian bisa berjalan lebih pasti dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum baru bagi masyarakat yang terdampak.
“Proses penyelesaian tanah Eigendom Verponding dilakukan melalui prosedur administrasi pertanahan, bukan dengan menempuh proses peradilan,” ujar Adies Kadir, anggota DPR RI.
Mekanisme Administratif dalam Penyelesaian Sengketa
Penanganan melalui jalur administratif melibatkan penyesuaian data, verifikasi dokumen kepemilikan, serta pelaksanaan prosedur yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan pertanahan nasional. Hal ini dilakukan dengan tujuan mempercepat penyelesaian dan mengurangi potensi terjadinya sengketa berkepanjangan di pengadilan.
- Pendataan ulang atas bidang tanah yang berstatus EV
- Penelusuran dokumen kepemilikan yang sah
- Verifikasi historis dan administratif oleh instansi pertanahan
- Penyusunan sertifikat tanah berdasarkan hasil verifikasi
DPR berharap mekanisme administratif ini bisa mengoptimalkan penyelesaian dan memperjelas status hukum tanah bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
Implikasi Keputusan DPR untuk Warga Surabaya
Kebijakan DPR RI yang mengarahkan penyelesaian melalui jalur administratif memberikan kepastian bagi para pemegang hak dan warga yang selama ini dirundung ketidakjelasan status kepemilikan tanah. Dengan tidak melibatkan sistem peradilan, proses diharapkan berjalan lebih efisien dan mengurangi potensi konflik antar kelompok masyarakat atau perseorangan.
Respons Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah daerah Surabaya serta instansi pertanahan diinstruksikan untuk segera menindaklanjuti langkah administratif tersebut. Sementara masyarakat yang terdampak diberikan kesempatan untuk melengkapi dokumen yang diperlukan dan aktif dalam proses verifikasi yang dilakukan pemerintah.
Kebijakan Pertanahan Nasional dan Tantangannya
Persoalan tanah dengan status Eigendom Verponding tidak hanya terjadi di Surabaya, melainkan juga terdapat di sejumlah daerah lain di Indonesia. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terus berupaya melakukan pembenahan serta transformasi status tanah agar sesuai dengan sistem pertanahan nasional yang berlaku saat ini.
Beberapa tantangan yang dihadapi antar lain:
- Keterbatasan data historis dan legalitas dokumen EV
- Tumpang tindih klaim kepemilikan atas lahan
- Kendala administrasi dan birokrasi pada tingkat lokal
- Kebutuhan rekonsiliasi kebijakan pusat dan daerah
Pentingnya Penyelesaian Progresif Berbasis Administratif
Mekanisme administratif dianggap sebagai solusi yang progresif dan konstruktif, sebab dapat meminimalkan benturan kepentingan serta memperjelas status tanah secara yuridis. DPR menilai pendekatan ini lebih relevan dengan semangat reformasi agraria dan tujuan jangka panjang pembangunan pertanahan nasional.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diharapkan memperkuat koordinasi antar lembaga, guna mempercepat inventarisasi dan legalisasi tanah yang masih berstatus EV.
Peran BPN dan Pemerintah Daerah dalam Implementasi
Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama dengan pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan keputusan DPR ini. Koordinasi lintas sektor, serta sosialisasi kepada masyarakat diharapkan terjalin erat. Verifikasi status lahan perlu dilakukan secara transparan dan akuntabel agar tidak menimbulkan permasalahan lanjutan.
Sosialisasi dan Edukasi untuk Masyarakat
Langkah strategis yang diambil termasuk meningkatkan pemahaman warga terkait proses administratif, apa saja hak dan kewajibannya, serta tata cara pelengkapan dokumen yang diperlukan. Edukasi ini penting dalam menghindari misinformasi dan membantu warga dalam proses legalisasi.
Kesimpulan
Penyelesaian sengketa tanah Eigendom Verponding (EV) di Surabaya kini diarahkan oleh DPR melalui prosedur administrasi pertanahan, bukan pengadilan. Langkah ini dipilih guna mempercepat penyelesaian, meningkatkan kepastian hukum, dan meminimalisir perselisihan sosial yang mungkin timbul dari proses litigasi di pengadilan. Melalui mekanisme administratif, diharapkan status semua bidang tanah yang terkait dapat diperjelas sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi pemilik lahan, pemerintah, dan masyarakat Kota Surabaya secara keseluruhan.
